Posted by DKT Tokoh & Sejarah on Saturday, September 20, 2014
Soeharto Seteru Pranoto
Tak terima kasus korupsinya dibeberkan, Soeharto penjarakan Pranoto dengan dalih terlibat G30S.
OLEH: HENDRI F. ISNAENI
Dibaca: 10549 | Dimuat: 25 April 2014
PERISTIWA
Gerakan 30 September 1965 (G30S) mengakibatkan gugurnya enam jenderal,
salah satunya Jenderal Ahmad Yani, Menteri Panglima Angkatan Darat
(Menpangad).
Pada 2 Oktober 1965, Presiden Sukarno mengangkat Mayjen Pranoto Reksosamodra, Asisten III Men/Pangad bidang personalia, sebagai care-taker Menpangad untuk urusan sehari-hari. Pimpinan AD langsung dipegang Presiden/Panglima Tertinggi Sukarno.
Sukarno tidak memilih tiga nama lainnya
karena Mayjen Soeharto dianggap terlalu keras kepala, Mayjen Moersjid
suka berkelahi, dan Mayjen Basuki Rachmat tidak begitu sehat.
Sukarno memilih Pranoto karena dia
mantan Panglima Divisi Diponegoro Jawa Tengah yang diharapkan dapat
mengendalikan anggota divisi yang terlibat G30S. Menurut Ben Anderson
dan Ruth McVey dalam A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia, biasa disebut Cornell Paper,
“Pranoto adalah mantan komandan Divisi Diponegoro yang pendiam, tidak
ambisius, dengan penampilan sebagai prajurit biasa, tanpa musuh berat
pada masa itu.”
Dalam surat kepada istrinya, Dewi
Sukarno, 3 Oktober 1965, Sukarno beralasan, “Anggota MBAD Pranoto agak
lemah, tetapi dia satu-satunya orang yang dapat bergaul dengan golongan
kiri dan kanan.” Sukarno memang menaruh kepercayaan kepada Pranoto
seperti tertulis dalam memonya: “Kol. Pranoto, Kerdjalah baik2 untuk
negara. Bapak pertjaja penuh kepadamu.”
Pada 16 Oktober 1965, Soeharto diangkat
sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dengan membentuk susunan
stafnya sendiri. Dia memegang kendali penuh kekuasaan. Pada 16 Februari
1966, Soeharto memerintahkan menangkap Pranoto dengan tuduhan terlibat
G30S. Pranoto ditahan di Rumah Tahanan Militer Blok P Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, kemudian dipindahkan ke Inrehab Nirbaya, dan terakhir
di Rumah Tahanan Budi Utomo.
Pranoto diduga ditahan bukan karena
terlibat G30S, tetapi karena dia membeberkan kasus korupsi Soeharto
ketika menjadi Panglima Divisi Diponegoro kepada tim penelitian dan
inspeksi di bidang Finec (Financial & Economy) bentukan KSAD
Jenderal AH Nasution.
“Peristiwa korupsi atau manipulasi
keuangan dalam masa pimpinan Penguasa Perang Daerah (Peperda) Jawa
Tengah di sekitar tahun 1958, terjadi saat Peperda Jawa Tengah masih
dalam kepemimpinan Kolonel Soeharto,” kata Pranoto dalam Catatan Jenderal Pranoto Reksosamodra suntingan Imelda Bachtiar. Buku ini merupakan catatan Pranoto selama ditahan di Nirbaya (1969-1979).
Pranoto menyebutkan penyelewengan
keuangan itu berupa barter liar, monopoli cengkeh dari asosiasi gabungan
Pabrik-pabrik Rokok Kretek Jawa Tengah, penjualan besi tua yang
disponsori Liem Sioe Liong, Oei Tek Young, dan Bob Hassan.
“Penyelewengan ini menjadi titik-titik kelemahan Kolonel Soeharto dalam
kepemimpinan Peperda Jawa Tengah,” kata Pranoto.
Terbongkarnya kasus tersebut membuat
Soeharto dicopot dari jabatannya sebagai Panglima Divisi Diponegoro dan
digantikan Pranoto pada 1959. Soeharto juga diperintahkan sekolah ke
Seskoad Bandung. Setelah keluar pada 1961, Soeharto menjadi Panglima
Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad), kemudian jadi Komando Cadangan
Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Letjen Gatot Subroto pernah mendorong
Pranoto dan Soeharto berdamai. “Kami berdua terpaksa bersalaman,” ujar
Pranoto, “betapapun di hati masing-masing telah terasa hambar.”
Namun, Soeharto lebih dari sekadar
hambar. Dia masih tetap merasa dipermalukan. Sampai tiba saatnya, dia
dapat mengobati rasa malunya itu dengan memenjarakan Pranoto selama 15
tahun. Pranoto bebas pada 16 Februari 1981. Dia meninggal pada 9 Juni
1992 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Sumber